TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum AJB Bumiputera 1912 periode 2016-2018, Ana Mustamin, membuat surat terbuka kepada Otoritas Jasa Keuangan, khususnya Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK, Riswinandi. Ana mengingatkan Riswinandi soal Pengelola Statuter (PS) yang menjadi awal mula sendi-sendi perusahaan babak belur.
"Anda tentu masih mengingat dengan baik, ketika Anda menarik Pengelola Statuter dari Bumiputera. PS tidak memberikan pertanggungjawaban secara terbuka kepada BPA (Badan Perwakilan Anggota), padahal Bumiputera milik pemegang polis," kata Ana dalam surat terbuka pada Jumat, 11 Februari 2022.
Pada 21 Oktober 2016, OJK secara resmi mengumumkan pengelola statuter bagi Asurasni Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912.
Berdasarkan Peraturan OJK Nomor 41 /POJK.05/2015, Pengelola Statuter adalah orang perseorangan atau badan hukum yang ditetapkan OJK untuk melaksanakan kewenangan OJK sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pengelola Statuter memiliki seluruh wewenang dan fungsi Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah.
Sampai hari ini, Ana tidak tahu apa hasil dari kinerja Pengelola Statuter dan konsultan. "Kecuali bahwa aset finansial Bumiputera merosot drastis
hingga Rp 5 triliun dalam tempo dua tahun, dan sendi-sendi perusahaan babak belur," ujarnya.
Dia bercerita saat awal bagaimana OJK mengirim konsultan ke Bumiputera sebelum Pengelola Statuter diturunkan. Tidak tanggung-tanggung, sebuah konsorsium konsultan yang dipimpin Paribas International. Di dalamnya ada konsultan hukum, konsultan aktuaria, konsultan pemasaran, konsultan SDM, konsultan properti, dan konsultan komunikasi. Semua konsultan papan atas, yang dengan honoer besar, melibatkan personel dari tiga negara di luar Indonesia.
Saat itu, kata dia, para direksi menyambut baik, demi sebuah rencana besar bernama ‘restrukturisasi’ dan ‘transformasi’. Apalagi konsultan ini diterjunkan langsung OJK.
Mula-mula, kata dia, konsultan memaparkan skema “right issue”. Di mana itu merupakan barang baru bagi para direksi, mengingat Bumiputera adalah perusahaan Mutual (Usaha Bersama), bukan Perseroan Terbatas (PT).
"Bagaimana mekanisme right issue bisa terjadi, sementara Mutual tidak memiliki mekanisme penambahan modal?" ujarnya.